A.
Pendekatan dalam Kelas
Pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengelola kelas
akan sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tersebut terhadap tingkah laku
siswa, karakteristik, watak dan sifat siswa, dan situasi kelas pada waktu
seorang siswa melakukan penyimpangan. Beberapa pendekatan yang mungkin dapat
dipergunakan adalah pendekatan larangan dan anjuran, penghukuman atau
pengancaman, penguasaan atau penekanan, pengalihan atau pemasabodohan,
pengubahan tingkah laku, iklim sosio-emosional dan proses kelompok (Nurhadi,
1983: 174).
1.
Pendekatan
larangan dan anjuran
Pendekatan larangan dan anjuran adalah pendekatan dalam pengelolaan
kelas yang dilakukan dengan memberikan peraturan-peraturan yang isinya melarang
siswa melakukan sesuatu yang mencemarkan kegiatan proses belajar-mengajar atau
menganjurkan siswa untuk melakukan sesuatu yang mendukung proses
belajar-mengajar (Nurhadi, 1983: 175) .
Larangan dan anjuran ini akan efektif apabila disusun berdasarkan
kontrak sosial, sehingga tidak dirasakan oleh siswa sebagai pembatasan yang
diberikan oleh sekolah, tetapi lebih dirasakan sebagai kesepakatan bersama yang
harus ditaati bersama.
2.
Pendekatan
penghukuman atau ancaman
Yaitu kegiatan pengelolaan kelas yang dilakukan dengan melakukan
hukuman atau ancaman. Kegiatan ini dapat berupa tindakan guru yang menghukum
siswa dengan kekerasan, melarang atau mengusir siswa dari kegiatan tertentu,
mengancam siswa bila melakukan sesuatu yang dilarang, menghardik, mencemooh,
mentertawakan, menghukum seorang siswa untuk contoh siswa yang lain, atau
mungkin memaksa siswa meminta maaf karena perbuatan yang tercela (Nurhadi,
1983: 175).
3.
Pendekatan
pengalihan atau pemasabodohan
Yaitu kegiatan pengelolaan kelas yang dilakukan dengan mengalihkan
perhatian atau kegiatan atau membiarkan sama sekali tingkah laku siswa yang
menyimpang, dengan cara:
a.
Meremehkan
sesuatu kejadian atau tidak berbuat apa-apa sama sekali.
b.
Menukar
anggota kelompok dengan mengganti atau mengeluarkan anggota tertentu.
c.
Mengalihkan
tanggung jawab kelompok pada perorangan (Azhar, 1993: 93).
4.
Pendekatan
penguasaan atau penekanan
Yaitu pengelolaan kelas yang dilakukan dengan menunjukkan kekuasaan
seorang guru terhadap siswa sehingga tindakannya untuk mengatasi penyimpangan
tingkah laku dilakukan dengan tekanan-tekanan. Contoh dari pendekatan ini
misalnya memerintah, tindakan memarahi, menggunakan kekuasaan orang tua atau
kepala sekolah untuk pengelolaan kelas, melakukan tindakan kekerasan atau mendelegasikan
kepada salah seorang siswa untuk melakukan penguasaan terhadap kelas (Azhar,
1993: 93).
5.
Pendekatan
penguatan tingkah laku
Pendekatan ini didasarkan atas pandangan bahwa apabila seorang siswa
melakukan tingkah laku yang menyimpang mungkin disebabkan oleh dua hal, yaitu:
siswa itu telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang itu atau mungkin siswa
justru belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya. Oleh sebab itu agar siswa
tersebut mengetahui tingkah laku yang ia lakukan, maka setiap tingkah lakunya
diikuti dengan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku tersebut.
Konsekuensi itu dibuat oleh seorang guru sebagai cara dalam melakukan
pengelolaan kelas (Nurhadi, 1983: 177).
Menurut Nurhadi (1983: 177) ada empat macam konsekuensi yang dapat
diterapkan, yaitu konsekuensi yang berupa penguatan positif, penghukuman,
penundaan ganjaran, dan penguatan negatif.
1.
Penguatan
positif, yang dimaksud dengan penguatan positif adalah pemberian ganjaran
setelah ditampilkannya tingkah laku siswa yang mendukung proses pendidikan,
dengan harapan siswa tersebut akan meningkatkan frekuensi penampilan tingkah
laku yang diganjar tersebut.
2.
Penghukuman,
merupakan penampilan tingkah laku guru yang disampaikan kepada siswa sebagai
konsekuensi tingkah laku siswa, dengan maksud agar frekuensi pemunculan tingkah
laku siswa tersebut menjadi menurun.
3.
Penundaan
ganjaran, yaitu upaya guru dalam mengelola kelas dengan cara tidak jadi
(menunda) memberikan ganjaran kepada siswa yang telah menampilkan suatu tingkah
laku yang menyimpang dan tingkah laku yang biasanya diberi ganjaran. Hal ini
dimaksudkan agar siswa tersebut kembali bertingkah laku seperti semula
sebagaimana tingkah laku yang diganjar.
4.
Penguatan
negatif, yaitu berupa peniadaan tingkah laku yang tidak disukai (biasanya
berupa hukuman) yang selalu diberikan kepada siswa, karena siswa yang
bersangkutan telah meninggalkan tingkah laku yang menyimpang. Dengan demikian
diharapkan tingkah laku siswa yang lebih bauk itu akan ditingkatkan
frekuensinya (Nurhadi, 1983: 177-180).
5.
Pendekatan
iklim sosio-emosional, pendekatan ini diangkat dari anggapan dasar bahwa
suasana yang mendukung proses balajar dan mengajar yang efektif merupakan
fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa, dan antara siswa
dengan siswa. Oleh sebab itu, tugas guru dalam mengelola kelas adalah membangun
hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim sosio-emosional yang positif di
sekolah (Nurhadi, 1983: 183).
Menurut Nurhadi (1983: 183) kunci utama untuk
mengembangkan iklim sosial emosional yang efektif ada tiga macam, yaitu:
a.
Guru
hendaknya menampilkan dirinya sebagaimana adanya di hadapan siswa.
b.
Guru
mempunyai sikap menerima terhadap siswa, yaitu sikap mempercayai dan
menghormati.
c.
Guru memahami
siswa dengan penuh simpati, yaitu dengan penuh kepekaan terhadap
perasaan-perasaan siswa.
6.
Pendekatan
proses kelompok, pendekatan proses kelompok didasarkan atas dua macam anggapan
dasar, yaitu bahwa kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu
kelompok kelas. Kelompok kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki
ciri-ciri seperti yang dimiliki oleh sistem sosial, lainnya.
Dalam hubungannya dengan kelompok kelas, maka tugas guru dalam
mengelola kelas adalah berusaha mengembangkan dan mempertahankan suasana
kelompok kelas yang efektif dan produktif. Oleh karenanya guru hendaknya
mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang menyangkut ciri-ciri kelompok
kelas sebagai sistem sosial.
Adapun ciri-ciri yang penting dimiliki oleh kelompok kelas sebagai
sistem sosial adalah harapan, kepemimimpinan, kemenarikan, norma, komunikasi
dan keeratan.
a.
Harapan
adalah persepsi pada guru dan siswa berkenaan dengan hubungan mereka.
b.
Kepemimpinan
merupakan tingkah laku yang mendorong kelompok bergerak ke arah pencapaian
tujuan yang diharapkan.
c.
Kemenarikan merupakan
tingkat hubungan persahabatan diantara anggota kelompok kelas. Tugas guru dalam
pengelolaan kelas menjadi berusaha memperlihatkan empati, saling pengertian,
sikap mendorong teman, saling menerima dan memberikan kesempatan.
d.
Norma adalah
suatu pedoman tentang cara berpikir, merasa dan bertingkah laku yang diakui
bersama oleh anggota kelompok.
e.
Komunikasi
merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya interaksi kelompok yang bermakna
dan memungkinkan terjadinya proses kelompok.
f.
Keeratan
adalah keeratan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok kelas. Yang
mendorong terjadinya keeratan itu adalah adanya minat terhadap tugas-tugas
kelompok, saling menyukai dan anggota kelompok merasa dibantu oleh kelompok
kelas (Nurhadi, 1983: 184).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh
seorang guru dalam mengelola kelas sangat dipengaruhi oleh cara guru dalam
mengenal tingkah laku, karakterisitik, watak, dan sifat siswa-siswanya ketika
siswa-siswa tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam kelas.
B.
Perwujudan Pengelolaan Kelas
Sekolah
sebagi organisasi kerja yang terdiri dari beberapa kelas yang bersifat pararel
maupun yang menunjukkan penjenjangan. Setiap kelas merupakan unit kerja yang
berdiri sendiri dan berkudukan sebagia sub sistem yang menjadi bagian dari
sebuah sekolah sebagai total sistem. Pengembangan sekolah sebagi total sistem
sangat tergantung pada penyelenggaraan dan pengelolaan kelas. Baik dilingkungan
kelas masing masing sebagia unit keja yang berdiri sendiri maupun dalam
hubungan kerja antara kelas yang satu dan yang lainnya.
Sebuah program kelas itu akan berkembang bila mana
pembelajar mendayagunakan secara otimal potensi kelas yang terdiri dari tiga
unsur yakni pembelajar, pebelajar dan proses atau dinamika kelas.
Beberapa komponen yang mempengarui perwujudan
pengelolaan kelas yakni kurikulum,
bangunan dan sarana, pembelajar, pebelajar, dan dinamika kelas. komponen
komponen tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling bertautan atau
saling mempengaruhi, walaupun untuk kepentingan uraian secara teoritis akan
diketengahkan satu persatu di bawah ini.
1.
Kurikulum
Sebuah kelas tidak boleh sekedar diartikan
sebagai tempat siswa berkumpul untuk mempelajari sejumlah ilmu pengetahuan.
Demikian juga sebuah sekolah bukanlah sekedar sebuah gedung tempat murid
mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Sekolah dan kelas diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mendidik anak-anak, yang tidak hanya
harus didewasakan dari aspek intelektualnya saja, akan tetapi dalam seluruh
aspek kepribadiannya.
Untuk itu bagi setiap tingkat dan jenis sekolah
diperlukan kurikulum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin
kompleks dalam perkembangannya. Kurikulum yang dipergunakan di sekolah sangat
besar pengaruhnya terhadap aktivitas kelas dalam mewujudkan proses belajar
mengajar yang berdaya guna bagi pembentukan pribadi siswa.
Dengan kata lain aktivitas sebuah kelas sangat
dipengaruhi oleh kurikulum yang dipergunakan di sekolah. Suatu kelas akan mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat apabila kurikulum yang dipergunakan di sekolah
dirancangkan sesuai dengan dinamika masyarakat. Sekolah yang kurikulumnya
dirancangkan secara tradisional akan mengakibatkan aktivitas kelas berlangsung
secara statis
2.
Bangunan dan sarana
Perencanaan dalam membangun sebuah gedung untuk
sebuah sekolah berkenaan dengan jumlah dan luas setiap ruangan, letak dan
dekorasi nya yang harus disesuaikan dengan kurikulum yang dipergunakan. Akan
tetapi karena kurikulum selalu dapat berubah sedangkan ruang/gedung bersifat
permanen, maka diperlukan kreativitas dalam mengatur pendayagunaan ruang/gedung
yang tersedia berdasarkan kurikulum yang dipergunakan.
3.
Pembelajar
Program kelas
tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu
peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan
diantara murid-murid suatu kelas. Secara lebih luas guru berarti orang yang
bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab
dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing.
Guru dalam
pengertian terakhir bukan sekedar orang yang berdiri di depan kels untuk
menyampaikan materi pengetahuan
tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan
berjiwa bebas serta kratif dalam mengarahkan perkembangan akan didik nya. Untuk
menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
4.
Pebelajar
Murid
merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses
belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan
berkembang baik secara fisik maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khusus nya berupa sekolah.
Murid
sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya
bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus memiliki
perasaan diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam
kegiatan kelas.
5.
Dinamika kelas
Kelas adalah kelompok sosial yang dinamis yang
harus dipergunakan oleh setiap wali/guru kelas untuk kepentingan murid dalam
kependidikannya. Dinamika kelas pada dasarnya berarti kondisi kelas. Yang
meliputi dorongan untuk aktif secara terarah yang dikembangkan melalui
kreatifitas dan inisiatif murid sebagai suatu kelompok.
Dinamika kelas dipengaruhi oleh cara wali/guru
kelas menerapkan administrasi pendidikan dan kepemimpinan pendidikan serta
dalam mempergunakan pendekatan pengelolaan kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar